Kebiasaan Baru

Kemarin malam suami saya protes, ketika mengetahui bahwa sesudah makan malam saya bukannya istirahat tetapi mempunyai rencana lain.
"Ibu mau apa sih?"
"Menulis buku" jawab saya.
"Nulis apa lagi sekarang? Nanti akan ada lagi, ada lagi. Terus aja" katanya.
"Aku mau mengajukan outline" kata saya menjelaskan.
"Bukuku kapan? Katanya mau dihighlight sama Ibu" jawabnya lagi setengah protes.

Protesnya saya anggap sebuah do'a yang menguatkan saya melangkah ke depan dengan pasti, bahwa saya memantapkan diri menjadi penulis.
Protesnya saya anggap sebagai alarm, bahwa saya memang berjanji mengedit bukunya yang ingin dicetak ulang karena stok sudah habis. Dan juga membuat boks-boks untuk mempercantik calon buku lain yang ingin dia terbitkan.

Artinya apa?
Saya harus lebih cermat lagi mengatur waktu.
Masih ada 3 buku kolaborasi dalam tahap penyelesaian.
Meskipun tersendat dan setumpuk kejengkelan terhadap teman kolaborasi, file demi file yang berserakan mulai tersusun.
Perlu waktu untuk mengedit satu persatu gambar dengan teliti agar tak tertukar satu sama lain. Harus meluangkan waktu lagi untuk memenuhi janji saya ke suami.

Lifestyle saya ternyata bisa berubah dalam satu tahun ini.
Padahal satu tahun adalah waktu yang sangat sebentar dibandingkan dengan usia saya yang lebih dari setengah abad.
Satu tahun tersebut ternyata mampu mengubah kebiasaan saya setelah terlibat dengan Sekolah Perempuan.
Kebiasaan saya leyeh-leyeh depan TV sekarang berganti dengan membuka laptop dan menyelesaikan tulisan saya.
Bila saya harus menunggu di suatu tempat, saya manfaatkan untuk mencatat dalam notes kecil, ide-ide yang terlintas.
Atau saya membuat coret-coretan mindmapping tentang apa saja.
Saya seperti punya hutang yang harus segera dibayar.
Sticky notes di layar laptop menjadi pengingat PR saya yang menumpuk selain tugas-tugas rutin lainnya sebagai ibu rumahtangga dan ibu bekerja.
Itupun masih ada rencana-rencana lain yang silih berganti bersliweran di kepala.

Sekolah Perempuan tidak saja mengajarkan langkah-langkah menulis buku dan proses mengajukan ke penerbit, ternyata mengajarkan hal lain lebih dari itu.
Yaitu kekuatan perempuan.
Kekuatan untuk saling menguatkan sesama kaumnya.
Kekuatan untuk menggali potensi para perempuan.
Tak soal bila akhirnya tak selesai menulis buku, dan tak berminat menulis apapun.
Ternyata punya potensi di bidang marketing dan memasarkan produk-produk yang dibuat oleh teman-teman lain.
Kekuatan perempuan ditularkan dalam berbagai lini.
Ke komunitas, ke bisnis sampai toko online yang dimiliki, ke teman lain dan ke keluarga.
Kekuatan yang mampu merubah kebiasaan dan mengajarkan membuat target.

Kekuatan yang mampu menembus cakrawala.
Diberdayakan oleh Blogger.