Menulis Buku Itu Menyenangkan

Aktivitas menulis saya lakukan baru setahun belakangan ini, setelah tidak sengaja blogwalking ke sebuah komunitas menulis. Sejak tahun 2006 saya menulis blog yang terbatas lingkup edarnya, mungkin karena saya kurang rajin berjalan-jalan dan menulis komen di blog-blog yang bertebaran di langit. Apalagi sejak munculnya Facebook di tahun 2008, blog-blog saya menjadi tidak terawat.
Komunitas menulis yang saya temukan dan menerima saya sebagai anggota menawarkan pelatihan penulisan buku untuk diterbitkan dalam waktu tiga bulan. Sebelumnya saya tidak mempunyai gambaran, buku apa yang akan saya tulis kelak. Saya hanya mempunyai keinginan untuk mengenal dan mempelajari hal baru.
Walaupun latarbelakang pendidikan saya teknik Arsitektur dan bertugas bertahun-tahun sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi swasta, tidak membuat saya tertarik untuk menulis buku tentang Arsitektur. Penelitian yang telah saya lakukan dengan mudahnya bisa dimuat di jurnal kampus, karena tidak semua dosen rajin menuliskan penelitian. Pengalaman semasa studi pasca sarjana menulis buka kolaborasi bersama teman seangkatan dan berhasil menerbitkan buku tentang arsitek F.Silaban, berujung dengan penerbitnya akhirnya tutup. Buku tersebut pun tidak masuk ke toko buku besar sekelas Gramedia. Satu dua eksemplar saya jumpai di perpustakaan beberapa kampus, itupun kemungkinan besar karena buku yang membahas konsep dan karya arsitek Indonesia masih sedikit kala itu.Selain itu menulis buku tentang keilmuan tertentu membutuhkan penelitian lapangan dan foto yang mumpuni, serta tidak akan mungkin dapat diselesaikan dalam waktu tiga bulan.
Saya mempunyai pekerjaan sampingan lain yaitu sebagai guru piano di sebuah kursus musik. Di tempat saya mengajar, saya terlibat dalam pembuatan buku metoda mengajar untuk murid-murid internal. Buku ini buku kolaborasi yang melibatkan tim, karena disertai dengan ilustrasi, penulisan not balok, uraian cerita dan metoda mengajarnya. Tidak mungkin pula saya mengangkat buku ini untuk diajukan sebagai calon buku saya. Karena kami diarahkan untuk menulis buku solo, buku yang ditulis sendiri. Tentunya temanya harus popular supaya naskah dilirik oleh penerbit, lebih baik lagi dilirik oleh penerbit besar.
Akhirnya saya memilih tema pernikahan. Pokok utamanya adalah menikahkan anak, karena kebetulan saya mempunyai anak-anak yang sudah dewasa dan berniat untuk menikah. Ada beberapa tahapan yang harus saya lakukan sebelum menulis buku, yaitu:
1.  Menuliskan sebanyak-banyaknya alternatif judul buku.
2.  Mencari buku-buku sejenis yang ada di toko buku, minimal 5 buah buku.
3.  Mencari secara berselancar ke google atau ke link penerbitan buku tentang buku-buku sejenis dan berbagai pilihan penerbit buku, baik penerbit besar maupun penerbit lain
4.  Membuat peta pikiran atau mind mapping, tujuannya adalah untuk membuat kerangka penulisan buku. Ada beberapa link yang bisa dilirik untuk memperoleh panduan membuat mind mapping. Tetapi dengan coret-coretan tangan pun tak ada salahnya. Intinya adalah menuliskan apa saja yang terlintas di kepala.


5.  Membuat kerangka penulisan. Secara garis besar, kerangka penulisan bisa juga dianggap sebagai daftar isi sebuah calon buku. Penting sekali untuk menyusun kerangka penulisan terlebih dahulu, agar penulisan buku dapat terstruktur dan terarah.
6.  Mulai menulis, menulis dan menulis.

Ternyata semangat menulis, menulis dan menulis tidak semudah yang dikatakan.
Banyak kendala dalam mengatur waktu antara ibu rumah tangga, ibu bekerja di luar rumah dan sebagai pribadi yang kadang-kadang jenuh dengan segala kerutinan.
Saya diajarkan oleh pembimbing saya di tempat saya belajar ini, tentang manajemen waktu dan membuat target penulisan per hari.
Inipun melalui beberapa tahapan pula.
Pertama saya harus menuliskan komitmen saya, berapa jam per hari yang bisa saya sisihkan untuk menulis.
Ya, berapa jam?
Saya memutar otak, mulai menghitung-hitung dan menyusun dalam tabel, jadwal harian saya, sejak Senin hingga Minggu. Dengan jadwal yang berbeda tiap hari, ternyata saya bisa menyisihkan waktu rata-rata dua jam per hari. Ada beberapa hari dalam seminggu saya bisa duduk di depan laptop di kala siang. Ada pula pada malam hari sesudah waktu makan malam.
Mulailah saya menuliskan komitmen saya pada secarik kertas post-it dan menempelkannya di dinding meja kerja saya.
Apakah langkah saya sudah benar, dengan menempelkan kata mujarab “2 jam per hari” di dinding depan meja kerja?
Belum!
Ternyata saya harus pula menambahkan target jumlah halaman per hari.
Jadi misalnya rerata tebal buku layak terbit adalah 150 halaman, dan saya mempunyai target buku tersebut harus selesai naskahnya dalam waktu 30 hari. Maka per hari saya wajib menuliskannya sebanyak 5 halaman. Lima halaman per hari dalam dua jam bukanlah mudah. Kecepatan menulis saya belum cepat, ditambah pula saya terlalu sering meng-edit tulisan.
Hal penting lain, saya kurang fokus. Gangguan bersliweran silih berganti.
Update status FB, melirik Instagram, membuka email, melacak Twitter, adalah sekian banyak gangguan begitu saya membuka laptop dan menyalakan internet.
Kadang saya hanya sanggup menulis seperempat halaman dalam satu hari.
Kadang dalam satu hari saya menulis pada pagi hari kemudian dilanjutkan malam harinya.
Cara penulisan saya pun ternyata belum runut. Kerangka penulisan dan daftar isi yang saya susun, saya isi per bab dan sub bab secara acak. Hal ini terpaksa saya lakukan karena materi tulis dan temuan-temuan yang saya peroleh pada saat itu. Penulisan gaya “clek-clok” ini saya lakukan sampai seluruh materi penulisan terpenuhi dan jumlah halaman yang pantas untuk sebuah buku, yaitu minimal 120 halaman dalam 12 karakter tipe huruf Times New Roman, serta jarak 1,5 spasi. Waktu tiga bulan sangatlah singkat, dengan pengarahan dan bimbingan yang tepat serta motivasi yang kuat saya bisa menyelesaikan penulisan buku pertama saya dalam waktu empat bulan.
Menyerahkan naskah ke penerbit, melalui proses editing dan merevisi naskah adalah proses lain yang harus saya lalui setelah berjibaku selama empat bulan penulisan. Sabar adalah kata kuncinya. Dan buah dari kesabaran yang tak ternilai, adalah buku saya akhirnya diterbitkan oleh penerbit besar. Ini merupakan berkah tersendiri, karena saya tidak perlu menunggu buku tulisan saya tersebut terbit sampai hitungan tahun. Berkat internet dan milis grup, sampul buku saya yang tayang di media sosial membuat teman-teman kuliah dan kerabat mengetahui bahwa saya sekarang menulis buku. Hal ini menambah semangat saya untuk terus menulis buku, karena menulis buku itu menyenangkan.


Ditulis untuk Lomba Menulis Artikel tema "Menerbitkan Buku dan Jadi Penulis" - oleh Rasibook Publishing.

Diberdayakan oleh Blogger.