Dari Disertasi menjadi Buku (Populer)

Mendengar kata disertasi mungkin yang kita bayangkan adalah buku tebal dengan berbagai teori, tabel dan angka-angka di dalamnya, serta rumus yang nlimet dan berbelit.
Secara fisik tidak terlalu salah perkiraan siapapun bila mendengar kata disertasi.
Tetapi bila disertasi tersebut diterbitkan menjadi buku dengan tujuan agar segala sesuatu yang telah diteliti sebelumnya dapat dibaca oleh masyarakat.
Maka harus ada yang diselaraskan terlebih dahulu agar disertasi tersebut dapat diterbitkan menjadi buku, tentu saja kalau bisa buku populer.
Itulah yang dialami oleh, suami,  Didit Widiatmoko Soewardikoen pada waktu berusaha menerbitkan disertasinya menjadi buku.

Awalnya naskah disertasi tersebut ditawarkan ke sebuah penerbit. Setelah diskusi melalui surel, ternyata penerbit tersebut mengajukan sejumlah dana sebagai biaya awal. Pendek cerita, suami harus menanggung 50% dari biaya editing dan cetak.
Ternyata setelah melalui tahap editing, disertasi tersebut tidak diedit sama sekali. Yaaa betul-betul asli disertasi.
Padahal maksud suami, diramu lagi supaya lebih mudah dicerna oleh pembaca awam, seperti saya.
Saya sudah usulkan sebelumnya, bisa tidak, dari sebuah disertasi diramu dan dipecah menjadi 4 atau 5 buku berbeda, dengan kajian yang berbeda.
Menurut saya, bila 'plek' disertasi yang dibukukan, terlalu berat. Siapa yang mau baca?
Gagal dengan penerbit pertama, ditambah lagi, uang muka tidak kembali, tidak membuat suami putus asa.
Akhirnya memang, disertasi tersebut diramu lagi, menjadi kajian yang lebih ringan tetapi tidak asal-asalan.
Tentu saja tidak, karena sudah melalui analisis dan diujikan di hadapan 9 penguji program Doktoral di Pasca Sarjana Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung.

Lalu naskah ditawarkan ke agensi, ini pun lama tidak ada berita. Kelihatannya tidak ada penerbit yang berminat.
Pihak kampus tempat suami mengajar pun menawarkan akan menerbitkan buku tersebut. Ternyata selidik punya selidik, naskah tersebut hanya diprint dan dijilid menyerupai buku, kemudian suami diberi dana sebagai pengganti penulisan naskah tersebut.
Dan oleh universitas buku tersebut diakui sebagai buku yang diterbitkan.
Bukan seperti ini juga, sih, maksud menerbitkan buku.

Pada suatu kesempatan, suami berkenalan dengan seseorang yang mempunyai link ke penerbit major. Berbekal alamat email seorang editor di penerbit major yang mempunyai jaringan toko buku di seluruh Indonesia tersebut, dikirimlah naskah calon buku yang berjudul "Visualisasi Iklan Indonesia Era 1950-1957".
Selain akan membaca dan mempelajari naskah, editor menanyakan beberapa hal ke suami, misalnya, pangsa pasar buku tersebut, bahkan penerbit pun menanyakan berapa follower twitter dan instagram suami.
Pada akhirnya editor dengan menyesal menjawab email, bahwa tidak bisa menerbitkan buku tersebut, diduga nanti tidak laku karena tidak populer.
Kecuali suami saya menulis buku khusus tentang pembelajaran atau buku ajar tentang periklanan, penerbit masih akan mempertimbangkannya.

Pada suatu kesempatan saya membeli buku melalui facebook, buku yang menurut saya buku bagus, karena merupakan kajian dari sebuah penelitian.
Sebetulnya mirip-mirip dengan naskah calon buku suami, pendekatannya kesejarahan juga.
Berbekal bahwa buku serupa ternyata bisa diterbitkan oleh penerbit yang buku-bukunya juga ada di toko buku terkenal, maka suami berkirim surel ke link yang ada di buku tersebut.
Setelah melalui proses berbalas surel, naskah diteruskan ke penerbit lain yang satu jaringan dengan penerbit tersebut.
Pendek cerita, penerbit bersedia menerbitkan buku tersebut dan perjanjian pun dibuat.
Bukan berupa royalty, tetapi bagi hasil buku, sejumlah sekian ratus buku.
Silahkan penulis berpromo, menjual sendiri, titip jual dan lain sebagainya buku tersebut.
Perlu diketahui, sistem ini sudah mulai diwacanakan pula oleh penerbit major ke penulis-penulis yang bergabung ke penerbit tersebut.
Karena pertimbangannya, penerbit sudah mengedit, menataletak dan menerbitkan, tanpa penulis mengeluarkan biaya sepeserpun. Sudah selayaknya penulis pun ikut memikirkan bagaimana supaya bukunya laku.

Nah, langkah inilah yang sekarang dilakukan oleh suami, berpromo dan menjual bukunya tersebut ke berbagai komunitas.

***

Selamat yaa Sayang...semoga bukunya laris.
Semoga terbayar keringat, tenaga dan pemikiran yang sudah terkuras selama menyusun bukumu.



Diberdayakan oleh Blogger.